Belakangan ini, istilah “remaja jompo” tengah ramai diperbincangkan di kalangan anak muda Indonesia. Istilah tersebut digunakan secara populer untuk menggambarkan kondisi remaja yang sering merasa cepat lelah, pegal, hingga kehilangan energi, layaknya orang lanjut usia.
Fenomena ini awalnya muncul sebagai bahan guyonan di media sosial, namun seiring berjalannya waktu, semakin banyak remaja yang mengaku mengalami keluhan serupa. Mulai dari sakit punggung, nyeri sendi, tubuh mudah lelah, hingga rasa kurang bertenaga meski masih berusia belasan atau awal dua puluhan tahun.
Para pakar menilai, gejala ini tidak bisa dianggap sekadar tren atau candaan belaka. Di balik fenomena “remaja jompo” tersimpan persoalan serius terkait gaya hidup yang kurang sehat di kalangan generasi muda.
Gaya Hidup Modern dan Ancaman Kesehatan Remaja
Menurut sejumlah penelitian, masa remaja merupakan periode penting bagi tumbuh kembang fisik. Pada usia ini, tubuh sedang berada di fase pembentukan otot, tulang, dan daya tahan tubuh. Namun, gaya hidup modern justru membuat banyak anak muda terjebak dalam pola hidup yang tidak mendukung kesehatan jangka panjang.
Beberapa faktor utama yang memicu munculnya keluhan ala “jompo” di usia muda antara lain:
1. Minim Olahraga
Aktivitas fisik semakin jarang dilakukan remaja. Banyak anak muda lebih memilih rebahan, berselancar di media sosial, atau bermain gim daring dibandingkan berolahraga. Kurangnya gerak tubuh membuat otot melemah, sirkulasi darah tidak lancar, dan fleksibilitas tubuh menurun. Jika kebiasaan ini terus berlangsung, risiko obesitas, hipertensi, bahkan penyakit kardiovaskular bisa meningkat sejak dini.
2. Pola Makan Tidak Seimbang
Fast food, gorengan, minuman manis, hingga camilan tinggi kalori kini menjadi konsumsi sehari-hari banyak remaja. Padahal, tubuh membutuhkan asupan gizi yang seimbang, termasuk protein, vitamin, mineral, dan serat. Kekurangan nutrisi esensial membuat tubuh lebih cepat lelah, sulit pulih setelah beraktivitas, dan rentan terhadap berbagai penyakit metabolik.
3. Kurang Bergerak
Kemajuan teknologi memang mempermudah hidup, tetapi sekaligus memicu gaya hidup sedentari. Remaja banyak menghabiskan waktu di depan layar untuk belajar, bekerja, maupun hiburan. Aktivitas fisik yang minim mengakibatkan otot dan sendi kaku, stamina menurun, serta daya tahan tubuh melemah.
Dampak Fisik dan Mental
Fenomena “remaja jompo” tidak hanya berdampak pada kondisi fisik jangka pendek, melainkan juga membawa risiko serius untuk kesehatan jangka panjang.
Dampak Fisik
-
Sistem imun melemah sehingga tubuh mudah terserang penyakit.
-
Risiko obesitas meningkat karena kurang gerak dan pola makan tinggi kalori.
-
Potensi penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi bisa muncul lebih dini.
-
Gangguan tulang belakang dan nyeri otot akibat kebiasaan duduk terlalu lama.
Dampak Mental
-
Kurangnya olahraga membuat hormon endorfin berkurang sehingga remaja lebih rentan stres dan cemas.
-
Pola tidur yang berantakan menyebabkan kelelahan kronis dan sulit berkonsentrasi.
-
Kondisi tubuh yang kurang fit dapat menurunkan rasa percaya diri dan motivasi.
Psikolog kesehatan menekankan bahwa kesehatan fisik dan mental saling berkaitan. Tubuh yang sehat membantu menjaga stabilitas emosi, sementara kondisi mental yang baik mendorong produktivitas dan kualitas hidup lebih optimal.
Fenomena Global: Bukan Hanya Indonesia
Fenomena “remaja jompo” ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa generasi muda di era digital cenderung kurang bergerak dibandingkan generasi sebelumnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, lebih dari 80 persen remaja di dunia tidak memenuhi rekomendasi aktivitas fisik minimal 60 menit per hari. Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya konsumsi makanan cepat saji dan pola tidur yang tidak teratur.
Di negara maju, istilah seperti “tech neck” atau “gadget spine” muncul untuk menggambarkan keluhan nyeri leher dan punggung akibat terlalu lama menunduk di depan layar ponsel. Fenomena tersebut selaras dengan kondisi “remaja jompo” yang kini ramai di Indonesia.
Suara Pakar: Alarm Dini untuk Generasi Muda
Dokter spesialis kedokteran olahraga menegaskan bahwa fenomena ini seharusnya menjadi alarm dini bagi remaja dan orang tua. “Kalau di usia belasan sudah sering merasa pegal dan lelah, bagaimana nanti ketika memasuki usia produktif? Ini bisa menurunkan kualitas hidup secara signifikan,” ujar salah satu pakar.
Menurutnya, kunci utama pencegahan adalah gaya hidup sehat yang konsisten. Aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, pola makan seimbang, tidur cukup, serta mengurangi paparan layar menjadi langkah sederhana yang bisa dilakukan sejak dini.
Sementara itu, ahli gizi menambahkan bahwa kebutuhan nutrisi remaja harus dipenuhi secara optimal. Asupan protein hewani dan nabati, sayur, buah, serta biji-bijian menjadi fondasi penting untuk menjaga energi dan mendukung pertumbuhan. “Fast food boleh sesekali, tetapi jangan dijadikan kebiasaan harian,” katanya.
Upaya Mengatasi Fenomena “Remaja Jompo”
Mengubah pola hidup memang tidak mudah, apalagi di tengah derasnya arus digitalisasi. Namun, sejumlah langkah sederhana bisa membantu mencegah remaja merasa “jompo” sebelum waktunya:
-
Membiasakan olahraga teratur
Tidak perlu aktivitas berat, cukup jalan kaki, bersepeda, atau senam ringan minimal 30 menit setiap hari. -
Mengatur pola makan bergizi
Batasi makanan cepat saji, perbanyak konsumsi sayur, buah, serta air putih. -
Mengurangi waktu bermain gadget
Terapkan aturan screen time, misalnya maksimal 2–3 jam untuk hiburan. -
Menjaga kualitas tidur
Remaja dianjurkan tidur 7–9 jam per malam agar tubuh benar-benar pulih. -
Aktif dalam kegiatan sosial
Interaksi langsung dengan teman atau keluarga membantu menjaga kesehatan mental.
Investasi Jangka Panjang
Kesehatan tidak bisa dibangun dalam semalam. Membiasakan pola hidup sehat sejak remaja merupakan investasi jangka panjang untuk masa depan yang lebih produktif. Tubuh yang bugar akan membantu menghadapi tantangan hidup, mengejar pendidikan, hingga bersaing di dunia kerja.
Fenomena “remaja jompo” menjadi pengingat bahwa modernisasi membawa dampak positif sekaligus negatif. Jika tidak bijak, kemudahan teknologi justru membuat anak muda kehilangan vitalitas lebih cepat.
Perubahan kecil, seperti memilih tangga daripada lift, berjalan kaki ke sekolah, atau mengurangi konsumsi minuman bersoda, dapat memberikan manfaat besar dalam jangka panjang.
Penutup
Fenomena “remaja jompo” bukan sekadar lelucon dunia maya. Di balik istilah itu, ada potret gaya hidup generasi muda yang perlu diperbaiki. Jika tidak diantisipasi, masalah kesehatan ringan yang dialami remaja hari ini bisa berkembang menjadi penyakit kronis di usia produktif.
Maka, menjaga kesehatan sejak dini adalah keharusan. Seperti pepatah lama mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Dengan tubuh yang sehat, remaja Indonesia tidak hanya terhindar dari stigma “jompo”, tetapi juga mampu menjadi generasi emas yang tangguh, produktif, dan siap bersaing di masa depan.