Berita Pangandaran (Isikata)- Berbagai tanggapan dari netizen ramai di kolom komentar media sosial tentang keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran soal defisit anggaran. Tak sedikit warganet menganggap DPRD alami stroke atau mati suri.
Anggota DPRD Kabupaten Pangandaran Iwan M Ridwan mengatakan, bahwa ada warga yang mengkritisi dan mempertanyakan soal pemangkasan utang Pemerintah Kab Pangandaran.
“DRPD dianggap stroke lah, mati suri. Nah sekarang kami sebagai wakil rakyat akan menjelaskan sebagaimana yang dilakukan pada saat kegiatan reses,” kata Iwan, Jumat, 20 Juni 2025.
Iwan mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah melakukan pemeriksaan keuangan Pemkab Pangandaran tahun 2024 dan diserahkan secara resmi ke pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati dan DPRD pada awal Juni 2025.
“Di DPRD juga telah melakukan pembahasan yang disampaikan dalam rapat paripurna beberapa rekomendasi terkait laporan pemeriksaan BPK RI tahun 2024,” ujar Iwan
BPK RI memberikan opini terhadap LKPJ Kab Pangandaran Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Namun, ada beberapa pertanyaan yang muncul di masyarakat juga netizen di media sosial.
“Kemarin saya menyampaikan ada pemangkasan. Sebenarnya bukan pemangkasan, karena ini runtutannya,” kata Iwan.
Iwan mengatakan, apabila dibandingkan antara utang Pemerintah Kabupaten Pangandaran tahun 2024 sebesar Rp 411,6 Miliar dengan yang tahun 2025 ini yang tinggal Rp 277,7 Miliar.
Untuk rinciannya Iwan menjelaskan, utang Pemda berdasarkan temuan BPK RI dijadikan tiga kelompok, yang pertama adalah utang jangka pendek sebesar Rp 22 Miliar yang terdiri RSUD Pandega Rp 21 Miliar dan utang ke Bank Mandiri sebesar Rp 1 Miliar.
“Yang ke Bank Mandiri bukan utang Pemda Pangandaran, tetapi hutang BPR BKPD waktu masih menginduk dengan Kabupaten Ciamis,” ujarnya.
Kemudian lanjut Iwan, yang kedua utang kegiatan diantaranya seperti pengadaan barang dan jasa serta kegiatan-kegiatan lainnya Rp 243,7 Miliar dan sudah dibayar sebesar Rp 212,7 Miliar. Yang ketiga kata Iwan, yaitu utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 110 Miliar.
“Apa saja utang tersebut, yang pertama dana bagi hasil pajak dan retribusi yang merupakan hak desa sebesar Rp 95 Miliar,” kata Iwan.
Lalu kata Iwan, ada utang atau kelebihan (silpa) dari bantuan keuangan provinsi sejak tahun 2014 sebesar Rp 15 Miliar, karena itu bukan silpa kabupaten, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan ke provinsi. Jadi total utang Pemda Pangandaran sebesar Rp 376,4 Miliar.
Iwan memaparkan, Pemda Pangandaran diketahui telah membayar sebagian besar utang tersebut dengan rincian pembayaran utang ke RSUD Pandega dan Bank Mandiri senilai Rp21 miliar.
Selanjutnya, pembayaran kegiatan tahun 2024 sebesar Rp212,7 miliar, pembayaran DBH ke desa Rp3 miliar, dan pengembalian Silpa Bankeu Provinsi Rp2 miliar.
“Total pembayaran utang yang sudah dilakukan mencapai Rp238,7 miliar, sehingga sisa utang per 12 Juni 2025 masih sebesar Rp137,7 miliar,” kata dia menjelaskan.
Selain utang yang telah diaudit, Pemda juga mencatat adanya pinjaman jangka pendek ke Bank BJB sebesar Rp140 miliar yang dicairkan pada Januari 2025.
Dalam LHP BPK RI Tahun 2025, disebutkan beberapa sumber pendapatan daerah yang dimanfaatkan untuk membayar utang antara lain:
– Sisa Dana Alokasi Umum (DAU), 5 bulan x5 M (rata-rata) sampai dengan Mei 2025 sekitar Rp25 miliar
– DBH Pajak dan Non-Pajak dari Pusat: 5 bulan x 4 M (rata-rata) sampai dengan Mei 2025 Rp20 miliar
– DBH Pajak dan Non-Pajak dari Provinsi: 5 bulan x 3 M (rata-rata) sampai dengan Mei 2025 sekitar Rp15 miliar.
– Pendapatan Asli Daerah (PAD): 5 bulan x 8 M rata-rata sampai dengan Mei Rp40 miliar
Pinjaman ke BJB Rp140 Miliar, Subtotal Rp240 miliar.
Namun, dari pendapatan transfer DAU Rp42 miliar, sebagian besar telah digunakan untuk kebutuhan rutin seperti gaji dan tunjangan ASN Rp22 miliar per bulan, alokasi Dana Desa Rp5 miliar per bulan, belanja wajib dan rutin seluruh SKPD Rp10 miliar per bulan.
Jika ditotalkan, penggunaan DAU setiap bulannya sebesar Rp37 miliar. “Sisa dari DAU yang bisa digunakan untuk membayar utang sangat minim, sehingga pelunasan utang dilakukan secara bertahap dan sangat tergantung pada strategi efisiensi belanja,” katanya.
Iwan juga menegaskan bahwa DPRD Pangandaran akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran dan strategi pelunasan utang Pemda.
“Kita tidak menolak pembangunan atau pinjaman, tapi pengelolaan keuangan harus akuntabel dan tidak membebani generasi berikutnya. Masyarakat berhak tahu ke mana uang daerah digunakan, dan bagaimana komitmen pelunasannya,” katanya.***